Minggu, 16 Januari 2011

Penilaian Psikomotorik

Berkaitan dengan psikomotor, Bloom (1979) berpendapat bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik.

Singer (1972) menambahkan bahwa mata pelajaran yang berkaitan dengan psikomotor adalah mata pelajaran yang lebih beorientasi pada gerakan dan menekankan pada reaksi–reaksi fisik dan keterampilan tangan. Keterampilan itu sendiri menunjukkan tingkat keahlian seseorang dalam suatu tugas atau sekumpulan tugas tertentu.

Menurut Mardapi (2003), keterampilan psikomotor ada enam tahap, yaitu: gerakan refleks, gerakan dasar, kemampuan perseptual, gerakan fisik, gerakan terampil, dan komunikasi nondiskursif.

Gerakan refleks adalah respons motorik atau gerak tanpa sadar yang muncul ketika bayi lahir. Gerakan dasar adalah gerakan yang mengarah pada keterampilan komplek yang khusus.

Kemampuan perseptual adalah kombinasi kemampuan kognitif dan motorik atau gerak. Kemampuan fisik adalah kemampuan untuk mengembangkan gerakan terampil. Gerakan terampil adalah gerakan yang memerlukan belajar, seperti keterampilan dalam olah raga. Komunikasi nondiskursif adalah kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan gerakan.

Buttler (1972) membagi hasil belajar psikomotor menjadi tiga, yaitu: specific responding, motor chaining, rule using. Pada tingkat specific responding peserta didik mampu merespons hal-hal yang sifatnya fisik, (yang dapat didengar, dilihat, atau diraba), atau melakukan keterampilan yang sifatnya tunggal, misalnya memegang raket, memegang bed untuk tenis meja. Pada motor chaining peserta didik sudah mampu menggabungkan lebih dari dua keterampilan dasar menjadi satu keterampilan gabungan, misalnya memukul bola, menggergaji, menggunakan jangka sorong, dll. Pada tingkat rule using peserta didik sudah dapat menggunakan pengalamannya untuk melakukan keterampilan yang komplek, misalnya bagaimana memukul bola secara tepat agar dengan tenaga yang sama hasilnya lebih baik.

Dave (1967) dalam penjelasannya mengatakan bahwa hasil belajar psikomotor dapat dibedakan menjadi lima tahap, yaitu: imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi, dan naturalisasi.

Imitasi adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan sederhana dan sama persis dengan yang dilihat atau diperhatikan sebelumnya. Contohnya, seorang peserta didik dapat mengulang pengucapan sebuah kata setelah gurunya mengucapkan sebelumnya.

Manipulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan sederhana yang belum pernah dilihat tetapi berdasarkan pada pedoman atau petunjuk saja. Sebagai contoh, seorang peserta didik dapat menulis menginterpretasi gambar dalam sebuah karangan hanya berdasarkan pada petunjuk guru atau teori yang dibacanya.

Sebagaimana dijelaskan beberapa pakar di atas, ranah psikomotorik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan aktifitas otot, fisik, atau gerakan-gerakan anggota badan. Keluaran hasil belajar yang bersifat psikomotoris adalah keterampilan-keterampilan gerak tertentu yang diperoleh setelah mengalami peristiwa belajar.


Pengertian “keterampilan gerak” tersebut hendaknya senantiasa dikaitkan dengan “gerak” keterampilan atau penampilan yang sesuai dengan bidang study yang diajarkan. Oleh karena itu, “gerak” –an otot sebagai hasil belajar sastra, tentu saja, akan berbeda gerakan otot sebagai hasil belajar bidang keolahragaan, misalnya.
Penilaian hasil tes belajar psikomotoris harus juga dilakukan dengan alat tes yang berupa tes perbuatan. Penilaian dilakukan dengan jalan pengamatan.

Tes psikomotorik kesastraan misalnya-walau tetap ada unsur kognitif dan sikap karena yang utama adalah kadarnya-tugas berdeklamasi, membaca puisi, cerpen, drama (kesemuanya dengan gerak mimic dan pantomimic), dramatisasi (bentuk yang lebih sungguhan: pentas drama), dan lain-lain. Untuk melakukan pengamatan, terlebih dahulu kita perlu menentukan aspek-aspek yang dinilai sekaligus criteria penilaiannya. Aspek-aspek yang dinilai untuk beberapa contoh di atas misalnya pemahaman, penghayatan, intonasi, ekspresi, kewajaran, dan sebagainya. Sedang criteria penilaiannya misalnya mempergunakan angka terendah 40 dan tertinggi 100.

Penilaian terhadap aspek perbuatan tersebut menuntut kita untuk bertindak dan bersikap teliti terhadap tiap jenis penampilan siswa. Karena sifatnya yang kompleks, seperti halnya ranah afektif di atas, penilaian ranah psikomotor sebaiknya dilakukan dalam proses, yaitu sewaktu pengajaran masih berlangsung. Penilaian tak harus dilakukan secara khusus, dalam arti menyelenggarakan tes itu, melainkan dapat bersifat kesewaktuan dan kapan saja. Penilaian ini akan lebih mencerminkan penampilan dan sikap siswa sesungguhnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar